A. RANGKUMAN
Sampah adalah masalah kita bersama. Warga masyarakat
sebagai produsen sampah harus turut bertanggung jawab. Jaringan Wirausahawan
Sampah memperkenalkan sistem baru penanganan sampah berupa Sistem Penanganan
Sampah di Kawasan Penghasilnya (SPSKP)
Prosesnya berlangsung ringkas, mudah dan murah. Hanya
dengan biaya Rp 70.000.000 (bisa dipungut dari iuran warga sekali bayar selama
lima tahun) RW sudah memiliki instalasi pengolah sampah yang lengkap.
Dengan sistem ini RW memperoleh manfaat :
1. Sampah yang dihasilkan
warga satu RW bisa dituntaskan seluruhnya di RW yang bersangkutan. Tak ada yang
tersisa untuk dibuang
2. Sampah dimanfaatkan
dengan pendekatan wirausaha untuk melahirkan sampai tujuh jenis usaha pengolahan sampah. Diperoleh
sumber pendapatan sepanjang hayat yang bisa memberikan kebaikan bagi seluruh
warga.
B. PENGANTAR
Satu Rukun Warga (RW) berpenduduk 1.600 orang (400 KK)
menghasilkan sekitar 800 kg sampah setiap hari. Dengan menggunakan sistem kumpul-angkut
buang yang selama ini dilakukan, semua sampah diarahkan untuk dibuang ke TPA.
Sistem ini mengandung empat kelemahan mendasar :
1. Dengan dibuang sampah
tidak menghasilkan manfaat apa-apa. Padahal sampah bisa dikelola untuk
melahirkan sumber pendapatan baru
2. Membutuhkan armada
pengangkut sampah, TPS dan TPA dalam jumlah yang memadai yang harus terus
ditambah seiring meningkatnya volume sampah yang dihasilkan masyarakat. Tidak
ada satu pun kota di Indonesia yang mampu memenuhinya
3. Bagi RW yang bisa
diakses truk sampah, kawasannya bersih dari sampah dengan dibuang ke TPA, namun
gunungan sampah di TPA mencemari air, tanah dan udara di sekitarnya sampai
ratusan tahun ke depan. Satu ton smpah menghasilkan sekitar 30 kg gas metan
menyebabkan pemanasan global. Sampah tak terangkut tercecer di banyak tempat
merusak kebersihan dan keindahan serta menjadi sarang penyakit. Sampah yang
ditimbun menghambat kesuburan tanah. Sampah dibakar menimbulkan polusi yang
sangat berbahaya. Sampah yang menyumbat saluran drainase dan sungai menyebabkan
banjir.
4. Penanganan sampah
sangat bergantung kepada program pemerintah. Kurang mampu menggerakkan
masyarakat untuk berpartisipasi.
Selama sistem kumpul-angkut-buang ini dilaksanakan,
masalah sampah tak akan jkunjung terselesaikan. Saatnya sistem ini harus direvisi.
Jaringan Wirausahawan Sampah (JAWIS) mengajukan Sistem
Penuntasan Sampah di Kawasan Penghasilnya ( SPSKP) :
1. Semua sampah yang
dihasilkan warga yang berada di suatu kawasan dituntaskan di kawasan
penghasilnya. Tidak ada yang tersisa untuk dibuang ke luar kawasan
2. Sampah dikelola dengan
pendekatan wirausaha untuk menghasilkan produk daur ulang yang laku dan menguntungkan.
Menggunakan teknik dan alat yang mudah dan murah. Bisa dijadikan usaha dengan
modal dan biaya opersional rendah.
3. Menggunakan pendekatan
yang memberikan manfaat bagi warga, sehingga mereka mau memilah sampahnya dan
menyerahkannya untuk diolah
4. Dengan adanya sumber
pendapatan yang relatif besar. Penanganan sampah bisa dilaksanakan internal kawasan secara dinamis, mandiri dan
berkelanjutan
5. Pada pelaksanaannya
bisa neringankan beban kerja dan anggaran Pemda, Perda Persampahan bisa terlaksana
dengan sendirinya serta solusi bagi perusahaan penghasil sampah yang diwajibkan
mengelola sampahnya sendiri.
B. PROSES KERJA
Proses Kerja SPSKP berlangsung sebagai berikut :
1. Warga memilah sampah
dalam dua kelompok : sampah organik (sampah basah) dan sampah anorganik (sampah
kering)
2. Sampah organik diambil
setiap hari segera ditangani menggunakan Insinerator Multifungsi Ramah
Lingkungan Tanpa Bahan Bakar. Sampah dituntaskan pada hari yang sama. Sisa
hasil pembakaran berupa 5% abu bisa digunakan sebagai material batako atau
menimbun lahan kosong
3. Sampah anorganik dikelola melalui tiga cara :
a. Sampah bernilai (beling, dupleks,
kaleng, kardus, kertas, logam dn plastik) dijual untuk didaur ulang sistem
pabrikasi
b. Sebagian sampah bungkus
mi, kresek, sachetan dicampur dengan majun dan sampah plastik PE daun. Diolah
menggunakan Teknik PADU menjadi selembar plastik yang solid dengan warna, motif
dan ketebalan yang bisa dimodifikasi. Selanjutnya dengan dijahit atau disulam
dibentuk menjadi dompet, tas, tikar, sandal dsb yang laku dan menguntungkan
c. Sampah plastik tak bernilai (bungkus mi,
kresek, sachetan, styrofoam dan tetrapak) dilelehkan menggunakan Tungku
Pengolah Sampah Plastik Tak Bernilai menjadi cairan, lalu dicetak dan dibentuk
menjadi banyak jenis produk kreatif, seperti jam dinding, bata hias, nomor
rumah, alas meja, nisan, bangku taman dsb
C. USAHA TERCIPTA
Selain menuntaskan semua sampah hingga tak ada yang
tersisa untuk dibuang, SPSKP melahirkan sedikitnya empat jenis usaha :
1. Lapak sampah, mengumpulkan, memilah dan menjual
sampah bernilai
2. Lembar plastik daur ulang Teknik PADU
3. Produk jadi daur ulang sampah plastik Teknik PADU
4. Produk kreatif berbahan baku sampah plastik tak
bernilai
5. Produk kerajinan berbahan baku sampah kertas
6. Produk kerajinan berbahan baku sampah styrofoam
7. Mengelola sampah kawasan (real estate, pertokoan,
bandara, tempat wisata, kampus dsb)
D. DESKRIPSI KERJA SAMA
Dalam rangka mewujudkan RW Bebas Sampah sekaligus
memanfaatkan sampah untuk melahirkan sumber pendapatan baru, JAWIS menawarkan
kerja sama sbb :
D.1. Pihak JAWIS
1. Menyediakan alat dan bahan baku produksi awal berupa
:
a. Insinerator Multifungsi Ramah Lingkungan
Tanpa Bahan Bakar yang mampu menangani sampah organik produksi warga satu RW
pada hari yang sama
b. Tungku pengolah sampah plastik bernilai
guna memanfaatkan sampah plastik yang selama ini sulit didaur ulang dijadikan
produk kreatif yang bisa diterima konsumen
c. 5 jenis
Cetakan cairan sampah plastik hasil pelelehan tungku
d. Dua buah
setrika 350 watt berkualitas tinggi *)
e. 20 m
kodaktris *)
f. 50 kg
sampah plastik PE daun *)
g. 500 buah
kantong plastik besar untuk wadah sampah anorganik
h. 50 karung
untuk pemilahan sampah
i. 1 buah
timbangan gantung
*) untuk penggunaan Teknik PADU, bisa menghasilkan 200
lembar plastik daur ulang
2. Pelatihan Mengelola Sampah Kawasan )
a. Pembuatan
lembar plastik daur ulang Teknik PADU
b. Pembuatan
produk jadi kerajinan daur ulang sampah plastik hasil Teknik PADU
c. Pembuatan
produk kreatif berbahan baku sampah plastik tak bernilai
d. Tutorial
pengolahan sampah kertas
e. Tutorial
pembuatan kerajinan sampah styrofoam
f. Mengelola usaha lapak sampah
g. Mengelola Bank Sampah Model Baru yang
memiliki kelebihan dibanding bank sampah yang selama ini berjalan
3. Pembinaan sampai bisa
membuat produk jadi daur ulang sampah plastik dan bahan dasar (sampah plastik)
tercetak) pembuatan produk kreatif
4. Membantu mencarikan pembeli sampah bernilai
5. Membantu mencarikan pasar untuk produk daur ulang
sampah plastik Teknik PADU
6. Dilibatkan dalam forum
komunikasi dan kerja dengan sesama pelaksana RW Bebas Sampah
7. Dilibatkan dalam
program kerja sama yang melibatkan pemerintah dan swasta khususnya perusahaan
penghasil sampah
Catatan :
1. Peserta pelatihan
sebanyak 5 -7 orang
2. Pelatihan berlangsung 1
kali pertemuan di tempat peserta
3. Pembinaan berlangsung
satu kali pertemuan di tempat peserta
4. Konsultasi teknis
berlangsung selama masa kerja sama
5. Nilai layanan poin 1
sampai 7 sebesar Rp 70.000.000
D.2. Pihak Rukun Warga
1. Menyediakan dana
sebesar Rp 70.000.000 (bisa diperoleh dari iuran warga, sekali bayar selama
lima tahun sesuai masa pakai alat)
2. Menyediakan bangunan
seluas 70 m2
3. Menyediakan gerobag
sampah
4. Mengeluarkan biaya
transportasi dan akomodsi jika lokasi RW berjarak 3 jam perjalanan dari Kantor
JAWIS
E. ASPEK KEUANGAN
E.1. Pengeluaran
1. Pembayaran layanan dari
JAWIS Rp 70.000
2. Penyediaan bangunan 70
m2
3. Penyediaan gerobag
4. Biaya operasional
E.2. Sumber Pendapatan
1. Iuran warga
2. Penjualan sampah
bernilai
(Satu RW berpenduduk 400 KK menghasilkan
sekitar 800 kg sampah/hari. 15% berupa sampah bernilai dijual rata-rata Rp
1.500 = Rp 180.000/hari atau Rp 5.400.000/bulan)
3. Usaha lembar plastik
daur ulang. Keuntungan Rp 2.000/lembar
4. Usaha produk jadi daur
ulang sampah plastik. Tas belanja bisa dijual Rp 40.000 dengan modal Rp 25.000
5. Usaha produk kreatif.
Satu lempeng cetakan bisa dijual Rp 3.000
6. Dana insentif dari
Pemda. Sesuai aturan, Pemda wajib memberikan dana insentif bagi masyarakat yang
mengelola sampahnya sendiri
7. Dana kompensasi dari
perusahaan penghasil sampah sehubungan kewajibannya untuk mengelola sampahnya
sendiri telah dilaksanakan oleh Pengelola Sampah Kawasan
F. PENUTUP
Sistem Penuntasan Sampah di Kawasan Penghasilnya
merupakan revisi terhadap sistem kumpul-angkut-buang yang terbukti gagal
mengatasi masalah sampah. Sistem ini selain mampu meuntaskan semua sampah
sampai tidak ada yang tersisas untuk dibuang juga melahirkan banyak lapangan
kerja baru.
Melalui sistem ini harapan dan kewajiban semua
pemangku kepentingan terkait sampah, yaitu pemerintah, perusahaan penghasil
sampah, pemilik dana CSR lingkungan dapat terpenuhi dan terlaksana.
Tangsel, Mei
2014
Asep K. Kusumah (081286265460)
Posting Komentar